DENGAN
PUISI AKU
(Taufiq
ismail)
Dengan
puisi aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku
bercinta
Berbaur cakrawala
Dengan puisi aku mengenang
Keabadian
Yang Akan Datang
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila
kejam mengiris
Dengan puisi aku mengutuk
Napas jaman yang
busuk
Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya
Sebuah
Jaket Berlumur Darah
(Taufiq
ismail)
Sebuah
jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi
duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.
Sebuah
sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara
kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan
mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal
perjuangan’
Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju
kebesaran sang pelayan?.
Spanduk kumal itu, ya spanduk
itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas
bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.
Pesan
itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang
melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan
di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke
pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan
Perjuangan.
Syair
Orang Lapar
(Taufiq
ismail)
Lapar
menyerang desaku
Kentang dipanggang kemarau
Surat orang
kampungku
Kuguratkan kertas
Risau
Lapar lautan pidato
Ranah
dipanggang kemarau
Ketika berduyun mengemis
Kesinikan
hatimu
Kuiris
Lapar di Gunungkidul
Mayat dipanggang
kemarau
Berjajar masuk kubur
Kauulang jua
Kalau.
Karangan
Bunga
(Taufiq
ismail)
Tiga
anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke salemba
Sore
itu.
Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan
bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang ditembak
mati
Siang tadi.
Salemba
(Taufiq
ismail)
Alma
Mater, janganlah bersedih
Bila arakan ini bergerak pelahan
Menuju
pemakaman
Siang ini.
Anakmu yang berani
Telah tersungkur
ke bumi
Ketika melawan tirani.
Memang
Selalu Demikian, Hadi
(Taufiq
ismail)
Setiap
perjuangan selalu melahirkan
Sejumlah pengkhianat dan para
penjilat
Jangan kau gusar, Hadi.
Setiap perjuangan selalu
menghadapkan kita
Pada kaum yang bimbang menghadapi
gelombang
Jangan kau kecewa, Hadi.
Setiap perjuangan yang
akan menang
Selalu mendatangkan pahlawan jadi-jadian
Dan para
jagoan kesiangan.
Memang demikianlah halnya,
Hadi.
Nasehat-Nasehat
Kecil Orang Tua
Pada
Anaknya Berangkat Dewasa
(Taufiq
ismail)
Jika
adalah yang harus kaulakukan
Ialah menyampaikan kebenaran
Jika
adalah yang tidak bisa dijual-belikan
Ialah ang bernama
keyakinan
Jika adalah yang harus kau tumbangkan
Ialah segala
pohon-pohon kezaliman
Jika adalah orang yang harus
kauagungkan
Ialah hanya Rasul Tuhan
Jika adalah kesempatan
memilih mati
Ialah syahid di jalan Ilahi.
PUISI
MALU (AKU) JADI ORANG INDONESIA
(Taufiq
ismail)
Ketika
di Pekalongan, SMA kelas tiga
Ke
Wisconsin aku dapat beasiswa
Sembilan
belas lima enam itulah tahunnya
Aku
gembira jadi anak revolusi Indonesia
Negeriku
baru enam tahun terhormat diakui dunia
Terasa
hebat merebut merdeka dari Belanda
Sahabatku
sekelas, Thomas Stone namanya,
Whitefish
Bay kampung asalnya
Kagum
dia pada revolusi Indonesia
Dia
mengarang tentang pertempuran Surabaya
Jelas
Bung Tomo sebagai tokoh utama
Dan
kecil-kecilan aku nara-sumbernyaDadaku busung jadi anak Indonesia
Tom
Stone akhirnya masuk West Point Academy
Dan
mendapat Ph.D. dari Rice University
Dia
sudah pensiun perwira tinggi dari U.S. Army
Dulu
dadaku tegap bila aku berdiri
Mengapa
sering benar aku merunduk kini
Langit
akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum
tak tegak, doyong berderak-derak
Berjalan
aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, ebuh Tun Razak,
Berjalan
aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan
aku di Dam, Champs Élysées dan Mesopotamia
Di
sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan
kubenamkan topi baret di kepala
Malu
aku jadi orang Indonesia
Di
negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor satu,
Di
negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi
berterang-terang
curang susah dicari tandingan,
Di
negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu
dan
cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek
secara
hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,
Di
negeriku komisi pembelian alat-alat berat, alat-alat ringan,
senjata,
pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan
peuyeum
dipotong birokrasi
lebih
separuh masuk kantung jas safari,
Di
kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal,
anak
sekjen dan anak dirjen dilayani seperti presiden,
menteri,
jenderal, sekjen dan dirjen sejati,
agar
orangtua mereka bersenang hati,
Di
negeriku penghitungan suara pemilihan umum
sangat-sangat-sangat-sangat-sangat
jelas
penipuan
besar-besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,
Di
negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan
sandiwara
yang opininya bersilang tak habis
dan
tak utus dilarang-larang,
Di
negeriku dibakar pasar pedagang jelata
supaya
berdiri pusat belanja modal raksasa,
Di
negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah,
ciumlah
harum aroma mereka punya jenazah,
sekarang
saja sementara mereka kalah,
kelak
perencana dan pembunuh itu di dasar neraka
oleh
satpam akhirat akan diinjak dan dilunyah lumat-lumat,
Di
negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia
dan
tidak rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli,
kabarnya
dengan sepotong SK
suatu
hari akan masuk Bursa Efek Jakarta secara resmi,
Di
negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan,
lima
belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,
Di
negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja,
fotokopi
gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,
Di
negeriku sepakbola sudah naik tingkat
jadi
pertunjukan teror penonton antarkotacuma karena sebagian sangat kecil
bangsa kita
tak
pernah bersedia menerima skor pertandingan
yang
disetujui bersama,Di negeriku rupanya sudah diputuskan
kita
tak terlibat Piala Dunia demi keamanan antarbangsa,
lagi
pula Piala Dunia itu cuma urusan negara-negara kecil
karena
Cina, India, Rusia dan kita tak turut serta,
sehingga
cukuplah Indonesia jadi penonton lewat satelit saja,
Di
negeriku ada pembunuhan, penculikan
dan
penyiksaan rakyat terang-terangan di Aceh,
Tanjung
Priuk, Lampung, Haur Koneng,
Nipah,
Santa Cruz dan Irian,
ada
pula pembantahan terang-terangan
yang
merupakan dusta terang-terangan
di
bawah cahaya surya terang-terangan,
dan
matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagai
saksi
terang-terangan,
Di
negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada,
tapi
dalam kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang
menyelam
di tumpukan jerami selepas menuai padi.
Langit
akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum
tak tegak, doyong berderak-derak
Berjalan
aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,
Berjalan
aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan
aku di Dam, Champs Élysées dan Mesopotamia
Di
sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan
kubenamkan topi baret di kepala
Malu
aku jadi orang Indonesia.1998
Kita
Adalah Pemilik Sah Republik Ini Karya Taufik Ismail
(Taufiq
ismail)
Tidak
ada pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti
atau mundur
Berarti hancur
Apakah akan kita jual keyakinan
kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu
meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat
yang berakhiran
“Duli Tuanku ?”
Tidak
ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah
manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk
oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun
hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan
bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka
Kita yang tidak punya
kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang
hampa suara
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan
terus.
1966
Membaca
Tanda-Tanda Kary Taufiq Ismail
(Taufiq
ismail)
Ada
sesuatu yang rasanya mulai lepas
dari tangan
dan meluncur lewat
sela-sela jari kita
Ada
sesuatu yang mulanya
tak begitu jelas
tapi kini kita mulai
merindukannya
Kita
saksikan udara
abu-abu warnanya
Kita saksikan air danau
yang
semakin surut jadinya
Burung-burung kecil
tak lagi berkicau
pagi hari
Hutan
kehilangan ranting
Ranting kehilangan daun
Daun kehilangan
dahan
Dahan kehilangan
hutan
Kita
saksikan zat asam
didesak asam arang
dan karbon dioksid
itu
menggilas paru-paru
Kita
saksikan
Gunung memompa abu
Abu membawa batu
Batu membawa
lindu
Lindu membawa longsor
Longsor membawa air
Air membawa
banjir
Banjir membawa air
air
mata
Kita
telah saksikan seribu tanda-tanda
Bisakah kita membaca
tanda-tanda?
Allah
Kami
telah membaca gempa
Kami telah disapu banjir
Kami telah dihalau
api dan hama
Kami telah dihujani abu dan batu
Allah
Ampuni
dosa-dosa kami
Beri
kami kearifan membaca
Seribu tanda-tanda
Karena
ada sesuatu yang rasanya
mulai lepas dari tangan
dan meluncur
lewat sela-sela jari
Karena
ada sesuatu yang mulanya
tak begitu jelas
tapi kini
kami
mulai
merindukannya.
1982
Puisi
Kembalikan Indonesia Padaku
(Taufiq
ismail)
Hari
depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,
Hari
depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
sebagian berwarna
putih dan sebagian hitam,
yang menyala bergantian,
Hari depan
Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam
dengan bolayang
bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau
Jawa yang tenggelam
karena seratus juta penduduknya,
Kembalikan
Indonesia
padaku
Hari
depan Indonesia adalah satu juta orang main pingpong siang
malam
dengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15 wat,
Hari
depan Indonesia adalah pulau Jawa yang pelan-pelan tenggelam
lantaran
berat bebannya kemudian angsa-angsa berenang-renang di atasnya,
Hari
depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,
dan di
dalam mulut itu ada bola-bola lampu 15 wat,
sebagian putih dan
sebagian hitam, yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia
adalah angsa-angsa putih yang berenang-renang
sambil main pingpong
di atas pulau Jawa yang tenggelam
dan membawa seratus juta bola
lampu 15 wat ke dasar lautan,
Kembalikan
Indonesia
padaku
Hari
depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam
dengan
bola yang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia
adalah pulau Jawa yang tenggelam
karena seratus juta
penduduknya,
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15
wat,
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala
bergantian,
Kembalikan
Indonesia
padaku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar