KUMPULAN PUISI KARYA W.S RENDRA
Awan
bergoyang, pohonan bergoyang
antara pohonan bergoyang malaikat
membayang
dari jauh bunyi merdu loceng loyang
Sepi, syahdu,
rindu
candu rindu, ghairah kelabu
rebahlah, sayang, rebahlah
wajahmu ke dadaku
Langit lembayung, pucuk-pucuk daun
lembayung
antara daunan lembayung bergantung hati yang
ruyung
dalam hawa bergulung mantera dan tenung
Mimpi
remaja, bulan kenangan
duka cinta, duka berkilauan
rebahlah
sayang, rebahkan mimpimu ke dadaku
Bumi berangkat tidur
duka
berangkat hancur
aku tampung kau dalam pelukan tangan rindu
Sepi
dan tidur, tidur dan sepi
sepi tanpa mati, tidur tanpa
mati
rebahlah sayang, rebahkan dukamu ke dadaku.
Ma,
nyamperin matahari dari satu sisi.
Memandang wajahmu dari segenap
jurusan.
Aku menyaksikan zaman berjalan kalang-kabutan.
Aku
melihat waktu melaju melanda masyarakatku.
Aku merindui
wajahmu.
Dan aku melihat wajah-wajah berdarah para
mahasiswa.
Kampus telah diserbu mobil berlapis baja.
Kata-kata
telah dilawan dengan senjata.
Aku muak dengan gaya keamanan
semacam ini.
Kenapa keamanan justeru menciptakan ketakutan dan
ketegangan.
Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal
sihat.
Keamanan yang berdasarkan senjata dan kekuasaan adalah
penindasan.
Suatu malam aku mandi di lautan.
Sepi menjadi
kaca.
Bunga-bungaan yang ajaib bertebaran di langit.
Aku
inginkan kamu, tetapi kamu tidak ada.
Sepi menjadi kaca.
Apa
yang bisa dilakukan oleh penyair
Bila setiap kata telah dilawan
dengan kekuasaan?
Udara penuh rasa curiga.
Tegur sapa tanpa
jaminan.
Air lautan berkilat-kilat.
Suara lautan adalah
suara kesepian
Dan lalu muncul wajahmu.
Kamu menjadi
makna.
Makna menjadi harapan.
� Sebenarnya apakah
harapan?
Harapan adalah karena aku akan membelai
rambutmu.
Harapan adalah karena aku akan tetap menulis
sajak.
Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu.
Aku
tertawa, Ma!
Angin menyapu rambutku.
Aku terkenang kepada apa
yang telah terjadi.
Sepuluh tahun aku berjalan tanpa
tidur.
*Punggungku karatan aku seret dari warung ke
warung.
Perutku sobek di jalan raya yang lenggang�
Tidak. Aku
tidak sedih dan kesepian.
Aku menulis sajak di bordes kereta
api.
Aku bertualang di dalam udara yang berdebu.
Dengan
berteman anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar,
Aku
bernyanyi menikmati hidup yang kelabu.
Lalu muncullah
kamu,
Nongol dari perut matahari bunting,
Jam dua belas
seperempat siang.
Aku terkesima.
Aku disergap kejadian tak
terduga.
Rahmatku turun bagai hujan
Membuatku segar,
Tapi
juga menggigil bertanya-tanya.
Aku jadi bego, Ma!
Yaaahhhh,
Ma, mencintai kamu adalah bahagia dan sedih.
Bahagia karena
mempunyai kamu di dalam kalbuku,
Dan sedih karena kita sering
terpisah.
Ketegangan menjadi pupuk cinta kita.
Tetapi
bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih?
Bahagia
karena nafas mengalir dan jantung berdetak.
Sedih karena fikiran
diliputi bayang-bayang.
Adapun harapan adalah penghayatan akan
ketegangan.
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi,
Memandang
wajahmu dari segenap jurusan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar