1. Sistem Pemerintahan Periode
1945-1949
- Bentuk Negara : Kesatuan
- Bentuk Pemerintahan : Republik
- Sistem Pemerintahan : Presidensial
- Konstitusi : UUD 1945
- Lama periode : 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
- Presiden dan Wapres : Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta (18 Agustus 1945 - 19 Desember 1948)
Syafruddin Prawiranegara (ketua PDRI) (19 Desember 1948 - 13 Juli 1949)
Pernyataan van Mook untuk tidak berunding dengan Soekarno adalah salah satu faktor yang memicu perubahan sistem pemerintahan dari presidensiil menjadi parlementer. Gelagat ini sudah terbaca oleh pihak Republik Indonesia, karena itu sehari sebelum kedatangan Sekutu, tanggal 14 November 1945, Soekarno sebagai kepala pemerintahan republik diganti oleh Sutan Sjahrir yang seorang sosialis dianggap sebagai figur yang tepat untuk dijadikan ujung tombak diplomatik, bertepatan dengan naik daunnya partai sosialis di Belanda. Setelah munculnya Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 November 1945, terjadi pembagian kekuasaan dalam dua badan, yaitu kekuasaan legislatif dijalankan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan kekuasaan-kekuasaan lainnya masih tetap dipegang oleh presiden sampai tanggal 14 November 1945. Dengan keluarnya Maklumat Pemerintah 14 November 1945, kekuasaan eksekutif yang semula dijalankan oleh presiden beralih ke tangan menteri sebagai konsekuensi dari dibentuknya sistem pemerintahan parlementer.
2. Sistem Pemerintahan Periode 1949-1950
- Bentuk Negara : Serikat (Federasi)
- Bentuk Pemerintahan : Republik
- Sistem Pemerintahan : Parlementer Semu (Quasi Parlementer)
- Konstitusi : Konstitusi RIS
- Lama periode : 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950
- Presiden dan Wapres :
- Bentuk Negara : Kesatuan
- Bentuk Pemerintahan : Republik
- Sistem Pemerintahan : Presidensial
- Konstitusi : UUD 1945
- Lama periode : 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
- Presiden dan Wapres : Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta (18 Agustus 1945 - 19 Desember 1948)
Syafruddin Prawiranegara (ketua PDRI) (19 Desember 1948 - 13 Juli 1949)
Pernyataan van Mook untuk tidak berunding dengan Soekarno adalah salah satu faktor yang memicu perubahan sistem pemerintahan dari presidensiil menjadi parlementer. Gelagat ini sudah terbaca oleh pihak Republik Indonesia, karena itu sehari sebelum kedatangan Sekutu, tanggal 14 November 1945, Soekarno sebagai kepala pemerintahan republik diganti oleh Sutan Sjahrir yang seorang sosialis dianggap sebagai figur yang tepat untuk dijadikan ujung tombak diplomatik, bertepatan dengan naik daunnya partai sosialis di Belanda. Setelah munculnya Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 November 1945, terjadi pembagian kekuasaan dalam dua badan, yaitu kekuasaan legislatif dijalankan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan kekuasaan-kekuasaan lainnya masih tetap dipegang oleh presiden sampai tanggal 14 November 1945. Dengan keluarnya Maklumat Pemerintah 14 November 1945, kekuasaan eksekutif yang semula dijalankan oleh presiden beralih ke tangan menteri sebagai konsekuensi dari dibentuknya sistem pemerintahan parlementer.
2. Sistem Pemerintahan Periode 1949-1950
- Bentuk Negara : Serikat (Federasi)
- Bentuk Pemerintahan : Republik
- Sistem Pemerintahan : Parlementer Semu (Quasi Parlementer)
- Konstitusi : Konstitusi RIS
- Lama periode : 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950
- Presiden dan Wapres :
- Ir. Soekarno = presiden RIS (27 Desember 1949 - 15 Agustus
1950)
- Assaat = pemangku sementara jabatan presiden RI (27 Desember
1949 - 15 Agustus 1950)
Pada tanggal 23 Agustus sampai dengan 2 september 1949 dikota Den Hagg (Netherland) diadakan konferensi Meja Bundar (KMB). Delegasi RI dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta, Delegasi BFO (Bijeenkomst voor Federale Overleg) dipimpin oleh Sultan Hamid Alkadrie dan delegasi Belanda dipimpin olah Van Harseveen. Adapun tujuan diadakannya KMB tersebut itu ialah untuk meyelesaikan persengketaan Indonesia dan Belanda selekas-lekasnya dengan cara yang adil dan pengakuan kedaulatan yang nyata, penuh dan tanpa syarat kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). Salah satu keputusan pokok KMB ialah bahwa kerajaan Balanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dam tidak dapat dicabut kembali kepada RIS selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949. Demikianlah pada tanggal 27 Desember 1949 Ratu Juliana menandatangani Piagam Pengakuan Kedaulatan RIS di Amesterdam. Bila kita tinjau isinya konstitusi itu jauh menyimpang dari cita-cita Indonesia yang berideologi pancasila dan ber UUD 1945 karena :
- Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalisme)
yang terbagi dalam 16 negara bagian, yaitu 7 negara bagian dan 9
buah satuan kenegaraan (pasal 1 dan 2 Konstitusi RIS).
- Konstitusi RIS menentukan suatu bentuk negara yang
leberalistis atau pemerintahan berdasarkan demokrasi parlementer,
dimana menteri-menterinya bertanggung jawab atas seluruh
kebijaksanaan pemerintah kepada parlemen (pasal 118, ayat 2
Konstitusi RIS)
- Mukadimah Konstitusi RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa
atau semangat pembukaan UUD proklamasi sebagai penjelasan resmi
proklamasi kemerdekaan negara Indonesia (Pembukaan UUD 1945
merupakan Decleration of independence bangsa Indonesia, kata tap MPR
no. XX/MPRS/1996). Termasuk pula dalam pemyimpangan mukadimah ini
adalah perubahan kata- kata dari kelima sila pancasila. Inilah yang
kemudian yang membuka jalan bagi penafsiran pancasila secara bebas
dan sesuka hati hingga menjadi sumber segala penyelewengan didalam
sejarah ketatanegaraan Indonesia.
3. Sistem Pemerintahan Periode 1950-1959
- Bentuk Negara : Kesatuan
- Bentuk Pemerintahan : Republik
- Sistem Pemerintahan : Parlementer
- Konstitusi : UUDS 1950
- Lama periode : 15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
- Presiden dan Wapres : Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta
UUDS 1950 adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1950 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 . UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta. Konstitusi ini dinamakan "sementara", karena hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya Konstituante hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi baru hingga berlarut-larut. Dekrit Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses yang ternyata merupkan akhir dari upaya penyusunan UUD. Pada 5 Juli 1959 pukul 17. 00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka. Isi dekrit presiden 5 Juli 1959.
4. Sistem Pemerintahan Periode 1959-1966 (Demokrasi Terpimpin)
- Bentuk Negara : Kesatuan
- Bentuk Pemerintahan : Republik
- Sistem Pemerintahan : Presidensial
- Konstitusi : UUD 1945
- Lama periode : 5 Juli 1959 – 22 Februari 1966
- Presiden dan Wapres : Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta
Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden. Latar belakang dikeluarkannya dekrit ini adalah:
- Kehidupan politik yang lebih sering dikarenakan sering jatuh
bangunnya kabinet dan persaingan partai politik yang semakin
menajam.
- Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang dasar
- Terjadinya gangguan keamanan berupa pemberontakan bersenjata
di daerah-daerah
Berikut Isi Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959:
- Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
- Pembubaran Badan Konstitusional
- Membentuk DPR sementara dan DPA sementara
Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin
- Bentuk pemerintahan Presidensial Ir. Soekamo sebagai Presiden
dan Perdana menteri dengan kabinetnya dinamakan Kabinet Kerja.
- Pembentukkan MPR sementara dengan penetapan Presiden No. 2
tahun 1959. Keanggotaan MPRS terdiri dari 583 anggota DPR ditambah
dengan utusan-utusan daerah dan 200 wakil-wakil golongan.
- Pembentukkan DPR sementara berdasarkan penetapan Presiden No.
3 tahun 1959 yang diketuai oleh Prcsiden dengan 45 orang anggotanya.
- Pembentukkan Front Nasional melalui penetapan Prcsiden No. 13
tahun 1959. tertanggal 31 Desember 1959. Tujuan Front Nasional
adalah: a. Menyelesaikan Revolusi Nasional b. Melaksanakan
pembangunan semesta nasional c. Mengembalikan Irian Barat dalam
wilayah RI. Front Nasional banyak dimanfaatkan oleh PKI dan
simpatisannya sebagai alat untuk mencapai tujuan politiknya.
- Pembentukkan DPRGR Presiden Soekarno pada 5 Maret 1959
melalui penetapan Presiden No. 3 tahun 1959 membubarkan DPR hasil
Pemilu sebagai gantinya melalui penetapan Presiden No. 4 tahun I960
Presiden membentuk DPRGR yang keanggotaannya ditunjuk oleh Soekarno.
- Manipol USDEK Manifesto politik Republik Indonesia (Manipol)
adalah isi pidato Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1959.
Atas usul DPA Manipol dijadikan GBHN dengan Ketetapan MPRS No. 1
MPRS/I960, Menurut Presiden Soekano intisari dari Manipol ada lima
yaitu : UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi
Terpimpin dan Kepribadian Indonesia. Disingkat menjadi USADEK.
Berkembang pula ajaran Presiden Soekano yang dikenal dengan NASAKOM
(Nasionalisme, Agama dan Komunis).
- Berdasarkan Keputusan Presiden No. 200 dan 201 tahun 1960
Presiden membubarkan Partai Masyumi dan PSI dengan alasan para
pemimpin partai tersebut mendukung pemberontakan PRRI/Permesta.
Keadaan Ekonomi Mengalami Krisis, terjadi kegagalan produksi hampir di semua sektor. Pada tahun 1965 inflasi mencapai 65 %, kenaikan harga-harga antara 200-300 %. Hal ini disebabkan oleh
- penanganan dan penyelesaian masalah ekonomi yang tidak
rasional, lebih bersifat politis dan tidak terkontro.
- adanya proyek merealisasikan dan kontroversi.
Pada masa demokrasi terpimpin ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
- Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA
serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara
- MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
- Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30
September Partai Komunis Indonesia
5. Sistem Pemerintahan Periode 1966-1998 (Orde Baru)
- Bentuk Negara : Kesatuan
- Bentuk Pemerintahan : Republik
- Sistem Pemerintahan : Presidensial
- Konstitusi : UUD 1945
- Lama periode : 22 Februari 1966 – 21 Mei 1998
- Presiden dan Wapres :
- Soeharto (22 Februari 1966 – 27 Maret 1968)
- Soeharto (27 Maret 1968 – 24 Maret 1973)
- Soeharto dan Adam Malik (24 Maret 1973 – 23 Maret 1978)
- Soeharto dan Hamengkubuwono IX (23 Maret 1978 –11 Maret
1983)
- Soeharto dan Try Sutrisno (11 Maret 1983 – 11 Maret 1988)
- Soeharto dan Umar Wirahadikusumah (11 Maret 1988 – 11 Maret
1993)
- Soeharto dan Soedharmono (11 Maret 1993 – 10 Maret 1998)
- Soeharto dan BJ Habiebie (10 Maret 1998– 21 Mei 1998)
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang murni, terutama pelanggaran pasal 23 (hutang Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan 33 UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada fihak swasta untuk menghancur hutan dan sumberalam kita. Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", diantara melalui sejumlah peraturan:
- Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR
berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan
melakukan perubahan terhadapnya
- Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang
antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945,
terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang
merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
6. Sistem Pemerintahan Periode 1998 – sekarang
- Bentuk Negara : Kesatuan
- Bentuk Pemerintahan : Republik
- Sistem Pemerintahan : Presidensial
- Konstitusi : UUD 1945
- Lama periode : 21 Mei 1998 – sekarang
- Presiden dan Wapres :
- B. J Habiebie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
- Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri (20 Oktober 1999
– 23 Juli 2001)
- Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz (23 Juli 2001 – 20
Oktober 2004)
- Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla (20 Oktober
2004 – 20 Oktober 2009)
- Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono (20 Oktober 2009 –
2014)
- Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla (20 Oktober 2014 – 20
Oktober 2019)
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadapUUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu “luwes” (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentangsemangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi. Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanannegara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dannegara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhanbangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah PembukaanUUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar